Senin, 31 Juli 2017

Kalau kau harus hidup miskin


KALAU KAU MISKIN

Kalau kau harus hidup miskin
Bila rizkimu seret
Bila pekerjaanmu tak menghasilkan
Bila usaha yang sudah bertahun-tahun dibina bangkrut
Bila lamaranmu ditolak di sana dan sini
Maka ketika itu yang terjadi, berbaiksangkalah kepada Allah yang Maha penuh Hikmad dalam semua ciptaanNya.
Yakinlah bahwa Allah mengetahui sedangkan kamu tidak
Rasulullah Shallallahu'alaihi wa Sallam bersabda memberikan arahan bagi yang rizkinya seret:

“Sesungguhnya Allah akan menjaga hambaNya yang beriman – dan Dia mencintaiNya- seperti kalian menjaga makanan dan minuman orang sakit (di antara) kalian, karena kalian takut pada (kematian)nya.” (HR. Al Hakim, Ibnu Abi ’Ashim dan Al Baihaqi).

Mungkin kalau kau selalu sukses dalam usaha dan pekerjaannmu;
Mungkin kalau tubuhmu senantiasa sehat wal'afiat;
Mungkin kalau kau terus hidup bergelimang harta;
Mungkin kau akan lupa dengan kenikmatan yang abadi.
Kenikmatan yang lebih indah dari dunia dan isinya.
Kenikmatan yang bila kau tidak merasakannya, maka bisa jadi kau tidak akan merasakan surga yang berada di akhirat,
yaitu kenikmatan mencintai dan mengenal Allah yang menciptakan dirimu dan semua makhluk.

Maka karena rahmatnya kepadamu, ia membuatmu miskin dan melarat demi untuk menyelamatkanmu
Kemiskinan akan menarikmu kembali kepada Allah
Mengantarkanmu kepada gerbang Ilahi
Membuat lisanmu senantiasa berzikir
Wajahmu selalu kau sapu dengan air
Keningmu selalu kau tempelkan dengan bumi
Suaramu selalu lirih meminta, memohon dan mengadu.

✍🏼 Ustadz DR. Syafiq Riza Bin Basalamah, MA حفظه الله تعالى


The Rabbaanians
| Juli 31, 2017 |

Minggu, 30 Juli 2017

Futur lagi



FUTUR LAGI

Memang..
Tak selamanya iman itu naik..
Kadang di hari ini semangat beramal..
esoknya menjadi lemah..
Hari ini terasa khusyu' membaca al qur'an..
Lusa dihantui oleh futur..
Duh..
Tapi semua itu akan selalu ada..
Dalam sebuah hadits:
"Pada setiap amal ada masa semangat, dan pada masa semangat ada masa futur(lemah)nya. Siapa yang masa futurnya kepada sunnah, ia telah mendapat hidayah. Dan siapa yang masa futurnya kepada selain itu, maka ia binasa."


Futur menuju sunnah..
Berpindah dari satu amal kepada amal lain..
Disaat futur untuk membaca al qur'an..
Beralih kepada dzikir..
Disaat futur untuk berinfaq..
Beralih kepada shoum..
Tapi disaat futur untuk menuntut ilmu..
Payah..
Karena ilmu itu pondasi amal..
Bagaimana bisa beramal sunnah..
Sementara pondasi telah rapuh..


Futur..
Parasit bagi pencari surga..

👤 ustadz AbuYahya Badrusalam, Lc
🌐 salamdakwah.com
| Juli 30, 2017 |

Sabtu, 29 Juli 2017

Bulan Dzulqa'dah dianak-tirikan



*"Dianak-tirikan"*

Ia adalah bulan mulia...
Bulan ibadah...
Bulan yang memiliki 2 gelar:

1. Bulan Haji

ALLAH ta'ala berfirman:

ٱلْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومات

"Musim haji jatuh pada beberapa bulan yang telah diketahui (Syawwal, Dzul Qa'dah, 10 hari pertama Dzul Hijjah)."
(Al Baqarah: 197)

2. Bulan Haram

Bulan dimana *dosa* dilipatgandakan, sebagaimana *pahala* setiap tetesan keringat dan langkah kebajikan dilipatgandakan.

ALLAH ta'ala berfirman:

إِنَّ عِدَّةَ ٱلشُّهُورِ عِندَ ٱللَّهِ ٱثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِى كِتٰبِ ٱللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ ٱلسَّمٰوٰتِ وَٱلْأَرْضَ مِنْهَآ أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ

"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram/mulia (Dzul Qa'dah, Dzul hijjah, Al Muharram, dan Rajab)."
(At Taubah: 36)

Namun...
Bulan ini cenderung dilupakan.
Jarang terlihat penyambutan dan jamuan.

Jangankan menyambut kedatangannya, banyak dari kita tidak sadar bahwa ia telah bertamu dalam kehidupan kita.

Saudaraku,
Kita telah berada di bulan *Dzul Qa'dah* .
Lumbung dari pahala dan mimpi buruk bagi setiap dosa.

Maksimalkanlah...
Perlakukanlah dia dengan semestinya dan jangan sampai kita "menganak-tirikan"-nya.

(Tafsir Ath Thabari dan Tafsir Ibnu Katsir Surat Al Baqarah: 197 dan Surat At Taubah: 36)

 Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri


The Rabbanians
| Juli 29, 2017 |

Hati-hati amarahmu



MARAH & EMOSI

Waspada marah! Seorang mungkin bicara ketika marahnya bisa menghancurkan 60/70 tahun amalnya - ‘Atha bin Abi Rabah

( Syaikh. Prof. Dr Ahmad al Batiliy Profesor bidang Ilmu Sunnah di Universitas Al Imam, Riyadh.
Courtesy @twitulama)


Islamdiaries
| Juli 29, 2017 |

Jumat, 28 Juli 2017

Betapa banyak permusuhan dimulai dari bergurau



JANGAN BERLEBIHAN DALAM BERCANDA

Berkata Ibnu Hibban rahimahullahu ta'ala:

"Betapa banyak perpecahan yang terjadi di antara dua orang yang bersaudara dan sikap mendiamkan yang terjadi di antara dua orang yang bersatu, semua itu berawal dari GURAUAN."

Sumber : [ Raudhotul 'Uqola 1/78 ]


Islamdiaries
| Juli 28, 2017 |

Kamis, 27 Juli 2017

Maksiat, sebab tidak ditolongnya kaum Muslimin



SEBAB TIDAK DITOLONGNYA KAUM MUSLIMIN

Berkata Syaikh Utsaimin رحمه الله tentang Perang Uhud :

"Sungguh telah terjadi kekalahan menimpa kaum muslimin disebabkan karena satu kemaksiatan (saja). Dan sekarang kita menginginkan pertolongan, sedangkan kemaksiatan di sisi kita amatlah banyak .

(Al-Qoulul Mufid (1/289).


Islamdiaries
| Juli 27, 2017 |

Senin, 24 Juli 2017

Seandainya Syam adalah negaraku



Bismillah..

Kalau cara termudah untuk merasakan penderitaan saudara-saudara kita di Negeri Syam adalah membayangkan..
Maka..
Mari berandai-andai "Jika Negara kita adalah Syam yang kita kenal adalah Negara yang dijajah dan tertindas oleh Rezim dan Diktator yang kejam"

Salurkan bantuan semampu kita apapun itu
Paling tidak kita peduli dan bertindak..


MDC
| Juli 24, 2017 |

Al-Aqsa is ours, not theirs : Keutamaan masjidil Aqsha



AL - AQSA IS OURS, NOT THEIRS

KEUTAMAAN MASJIDIL AQSHA

Oleh
Syaikh Abu Abdirrahman Hisyam Al-Arif Al-Maqdisi

Membicarakan tanah Palestina, tentu tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan Masjidil Aqsha yang penuh berkah ini. Terdapat banyak nash yang secara jelas menunjukkan keutamaan masjid ini. Risalah ini sangat bermanfaat membantu pengertian dan pemahaman kita terhadap Masjidil Aqsha. Sehingga kepedulian dan harapan kaum Muslimin terhadap masjid yang pernah menjadi kiblat kaum Muslimin ini memiliki hujjah yang nyata.

Dari Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhu beliau berkata

قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ مَسْجِدٍ وُضِعَ أَوَّلَ قَالَ الْمَسْجِدُ الْحَرَامُ قُلْتُ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ ثُمَّ الْمَسْجِدُ الْأَقْصَى قُلْتُ كَمْ كَانَ بَيْنَهُمَا قَالَ أَرْبَعُونَ ثُمَّ أَيْنَمَا أَدْرَكَتْكَ الصَّلَاةُ بَعْدُ فَصَلِّهِ فَإِنَّ الْفَضْلَ فِيْهِ وَفِيْ رِوَايَةٍ أَيْنَمَا أَدْرَكَتْكَ الصَّلَاةُ فَصَلِّ فَهُوَ مَسْجِدٌ

“Aku bertanya, “Wahai, Rasulullah. Masjid manakah yang pertama kali dibangun?”

Beliau menjawab, ‘Masjidil Haram”. Aku bertanya lagi : Kemudian (masjid) mana?”

Beliau menjawab, “Kemudian Masjidil Aqsha”. Aku bertanya lagi : “Berapa jarak antara keduanya?”

Beliau menjawab, “Empat puluh tahun. Kemudian dimanapun shalat menjumpaimu setelah itu, maka shalatlah, karena keutamaan ada padanya”.

Dan dalam riwayat lainnya : “Dimanapun shalat menjumpaimu, maka shalatlah, karena ia adalah masjid”

[HR Al-Bukhari dan Muslim, dari Abu Dzar]

Dalam menjelaskan hadits Ibrohim bin Thohman Al-Khurosaniy dalam Masyikhoh-nya (hal.119), Ath-Thobroniy dalam Al-Ausath (6983 & 8230), Al-Hakim dalam Al-Mustadrok (8553), maka
Syaikh Hisyam Al-Arif Al-Maqdisiy-hafizhahullah-menjelaskan bahwa:

Sholat di Masjid Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- (Masjid Nabawi) seperti empat kali sholat di Masjidil Aqsho, yakni sholat di Masjidil Aqsho seperti 250 kali sholat dalam hal pahala“.

[Lihat Majalah Al-Asholah (Edisi 30/15 Syawwal 1421 H)]

Sumber: almanhajorid
| Juli 24, 2017 |

Minggu, 23 Juli 2017

Hukum sholat saat dipanggil orang tua



IBUKU ATAU SHALATKU

KOMITE TETAP URUSAN FATWA DAN PEMBAHASAN ILMIYAH KSA

P e r t a n y a a n :

Apakah seseorang harus menjawab (panggilan) ibunya ketika shalat 

J a w a b a n :

Apabila seseorang telah mulai mengerjakan shalat, maka jika shalatnya wajib tidak boleh memutus shalat tersebut untuk menjawab panggilan ibu atau bapaknya.

Adapun jika shalat sunnah, maka boleh membatalkan shalatnya untuk menjawab panggilan kedua orang tuanya jika memang hal itu diperlukan.

Sumber : [ Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhuts Al-Ilmiyah wal Ifta' no. 20072 ]


Islamdiaries
| Juli 23, 2017 |

Hukum mendoakan RIP untuk orang yang meninggal non Muslim (kafir)


REST in PEACE . Tanya : RIP/rest in peace itu bahasa inggris yang biasa dipakai nasrani untuk mendoakan orang mati diantara mereka. Bolehkah seorang muslim mengucapkan RIP & mengucapkan RIP kepada Non Muslim? . Jawab: . بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ . Pertama: Jika ucapan tersebut adalah kebiasaan orang-orang kafir maka hukumnya haram karena seorang muslim diharamkan menyerupai orang-orang kafir. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, . مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ . “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia bagian dari mereka.” [HR. Abu Daud dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu’anhuma, Al-Irwa’: 1269] . Kedua: Kalaupun ucapan tersebut bukan kebiasaan orang-orang kafir maka tetap saja tidak dibenarkan karena tidak berdasarkan dalil Al-Qur’an & As-Sunnah, dan tidak pula bermakna do’a. Adapun yang disyari’atkan adalah mengucapkan istirja’ (innaa lillahi wa innaa ilaihi rooji’un) dan mendo’akan agar si mayit diampuni, dengan do’a-do’a yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, seperti do’a Nabi shallallahu’alaihi wa sallam untuk Abu Salamah, . اللَّهُمَّ اغْفِرْ لأَبِى سَلَمَةَ وَارْفَعْ دَرَجَتَهُ فِى الْمَهْدِيِّينَ وَاخْلُفْهُ فِى عَقِبِهِ فِى الْغَابِرِينَ وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ وَافْسَحْ لَهُ فِى قَبْرِهِ وَنَوِّرْ لَهُ فِيهِ . “Ya Allah ampunilah Abu Salamah, angkatlah derajatnya di tengah orang-orang yang mendapatkan hidayah, gantikanlah sepeninggalnya untuk orang-orang yang ia tinggalkan, ampunilah kami dan dia ya Rabbal ‘aalamiin, luaskanlah kuburannya dan terangilah dia padanya.” [HR. Muslim dari Ummu Salamah radhiyallahu’anha] . Ketiga: Jika makna ucapan tsb adalah, “Beristirahatlah dalam damai” maka itu tidak benar, sebab kita tidak tahu kondisi orang yang mati, apakah ia dalam keadaan mendapat nikmat atau azab kubur. Demikian pula setelah hari kebangkitannya, kita tidak tahu apakah ia termasuk penghuni surga atau neraka. . Keempat: Jika si mayit itu mati dalam keadaan kafir maka sudah pasti ia termasuk penghuni neraka, bagaimana bisa dikatakan: Beristirahatlah dalam damai ?! . 

Dakwah Tauhid
| Juli 23, 2017 |

Ilmu membutuhkan 2 perkara



ILMU BUTUH PADA DUA PERKARA

Berkata Syaikh Utsaimin رحمه الله :_

"Ilmu itu pada hakikatnya membutuhkan dua perkara :

1. pintu yang terbuka untuk menerimanya; &

2. pintu yang tertutup untuk mencegah keluar darinya."

(Syarh Al-Kafiyah Asy-Syafiyah (2/592).


Islamdiaries
| Juli 23, 2017 |

Sabtu, 22 Juli 2017

Jalan kebenaran hanya satu



Jalan hidup yang benar hanya ada satu

Suatu saat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkisah,
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat sebuah garis lurus bagi kami, lalu bersabda, ‘Ini adalah jalan Allah’, kemudian beliau membuat garis lain pada sisi kiri dan kanan garis tersebut, lalu bersabda, ‘Ini adalah jalan-jalan (yang banyak). Pada setiap jalan ada syetan yang mengajak kepada jalan itu,’ kemudian beliau membaca,

‘Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalan-Nya’” ([Al An’am: 153] Hadits shahih diriwayatkan oleh Ahmad dan yang lainnya)

Para imam tafsir menjelaskan bahwa pada ayat ini, Allah Tabaraka wa Ta’ala menggunakan bentuk jamak ketika menyebutkan jalan-jalan yang dilarang manusia mengikutinya, yaitu {السُّبُلَ}, dalam rangka menerangkan cabang-cabang dan banyaknya jalan-jalan kesesatan. Sedangkan pada kata tentang jalan kebenaran, Allah Subhanahu wa Ta’ala menggunakan bentuk tunggal dalam ayat tersebut, yaitu {سَبِيلِهِ}. karena memang jalan kebenaran itu hanya satu, dan tidak berbilang. (Sittu Duror, hal.52).

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Dan ini disebabkan, karena jalan yang mengantarkan (seseorang) kepada Allah hanyalah satu. Yaitu sesuatu yang dengannya, Allah mengutus para Rasul-Nya dan menurunkan kitab-kitab-Nya. Tiada seorangpun yang dapat sampai kepada-Nya, kecuali melalui jalan ini” (Sittu Duror, hal.53).

Diringkas dari:
Penulis: Ust. Sa’id Abu Ukasyah


Salamdakwah
| Juli 22, 2017 |

Kamis, 20 Juli 2017

Kehidupan dunia, bagai bunga yang dipetik kemudian layu



Imam Muslim meriwayatkan dari hadits Al-Mustaurid bin Syaddad pula, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Dunia dibandingkan akhirat hanya seperti salah seorang di antara kalian yang memasukkan jari tangannya ke dalam lautan. Perhatikanlah apa yang dibawa oleh jari itu?!”

Pada suatu kesempatan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah berjalan di kerumunan pasar melewati bangkai anak kambing yang telinganya kecil. Lantas beliau Shallallahu’alaihi Wasallam mengangkatnya dengan memegang telinganya seraya bersabda, “Siapa di antara kalian yang mau membeli ini seharga satu dirham?”

Para shahabat menjawab, “Kami tidak ingin membelinya seharga apapun. Apa yang bisa kamu perbuat dengannya?”

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengatakan, “Apakah kalian ingin memilikinya?”

Para hadirin menjawab, “Demi Allah, sekiranya masih hidup pun cacat, bangkai itu bertelinga kecil, lalu bagaimana lagi ketika ia sudah menjadi bangkai?”

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Demi Allah, dunia itu lebih hina di sisi Allah daripada bangkai itu di pandangan kalian.” (HR Muslim, dari Jabir –radhiyallahu ‘anhu-)


Salamdakwah
| Juli 20, 2017 |

Hukum-hukum seputar jalan dalam Islam



✅✅Hukum-hukum Seputar Jalan🛣️🛣️

1. Tidak boleh mempersempit jalan kaum muslim, bahkan harus melapangkan jalan dan menyingkirkan hal yang mengganggu darinya. Bahkan yang demikian termasuk bagian keimanan.

2. Tidak boleh mengadakan pada area miliknya sesuatu yang menyempitkan jalan.

3. Tidak diperbolehkan mengadakan pada miliknya sesuatu yang mempersempit jalan. Misalnya membangun atap di atas jalan yang membuat para pengendara susah lewat atau membuat tempat duduk di jalan.

4. Tidak boleh menjadikan sebuah tempat pemberhentian untuk hewan atau kendaraannya di jalan yang dipakai orang lewat, karena yang demikian dapat membuat jalan menjadi sempit dan menyebabkan kecelakaan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Tidak boleh bagi seseorang mengeluarkan sesuatu dari bagian bangunan ke jalan kaum muslim …dst.”

5. Jalan adalah hak bersama, oleh karena itu harus menjaganya dari semua yang mengganggu orang yang lewat,seperti membuang sampah di jalan, karena menyingkirkan sesuatu yang mengganggu dari jalan termasuk cabang keimanan.

6. Di jalan umum juga dilarang menanam, membuat bangunan, membuat galian, menaruh kayu, menyembelih binatang, membuang sampah dan menaruh sesuatu yang berhaya bagi orang yang lewat.

7. Bagi pihak berwenang juga harus mengatur kota dan mencegah hal-hal yang mengganggu jalan, menghukum orang yang menyalahi aturan agar berhenti dari perbuatannya itu.

Banyak orang meremehkan masalah ini, padahal penting. Sehingga kita lihat banyak orang yang membatasi jalan umum untuk kepentingan pribadi, dipakai buat menaruh kendaraan, menaruh batu-batu, besi dan semen untuk bangunannya dan dibuatkan galian. dsb.

Sedangkan yang lain ada yang membuang kotoran berupa sampah, barang najis maupun sisa-sia di pasar-pasar, tidak peduli akan bahayanya bagi kaum muslim. Hla ini adalah haram, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.”  (QS. Al Ahzaab: 58)

Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اَلْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

“Orang muslim adalah orang yang dapat menjaga lisan dan tangannya dari mengganggu muslim yang lain.” (HR. Bukhari)

الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيمَانِ ».

“Iman itu ada tujuh puluh atau enam puluh cabang lebih, yang paling utama adalah ucapan Laailaahaillallah, sedangkan yang paling rendahnya adalah menyingkirkan sesuatu yang mengganggu dari jalan, dan malu itu salah satu cabang keimanan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dan hadis-hadis lainnya yang mendorong menghormati hak kaum muslim dan tidak mengganggu mereka. Termasuk mengganggu mereka adalah mempersempit jalan kaum muslim dan meletakkan rintangan-rintangan di sana.

Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalhihi wa shahbihi wa sallam.

Marwan bin Musa

Artikel www.Yufidia.com

Maraji’: Al Mulakhkhash Al Fiqhi (Syaikh Shalih Al Fauzan), Fiqh Muyassar, dll.

----------------------------------

www.pustakasunnah.net | Toko Buku Islam
| Juli 20, 2017 |

Rabu, 19 Juli 2017

Ampunilah aku


Ampunilah Aku

Oleh : Ustadz Muhammad Sulhan Jauhari, Lc, MHI

Tidak ada manusia yang luput dari kesalahan, dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah yang segera bertaubat kepada Allah Ta'ala. 

Abul ‘Atahiyah, seorang pujangga yang banyak menuangkan kata-kata mutiaranya dalam banyak bait syairnya pun pernah bersalah. Beliau menuangkan curhatnya kepada Allah Ta'ala seraya memohon kepada-Nya ampunan. Bagaimana curhat beliau kepada Rabb-nya?

Semua itu bisa kita dapati dalam beberapa bait syairnya berikut ini.

Selamat menyimak dan semoga bisa mengambil pelajaran darinya.



Abu al 'Atahiyah rahimahullah berkata:
~ Ya Ilahi, janganlah Engkau menyiksa diriku

~ Aku mengakui segala dosa yang diperbuat olehku

~ Tiada usaha selain harapanku, dan ampunan-Mu

~ jika Engkau mengampuniku, serta prasangka baikku

~ Betapa banyak ku perbuat kesalahan dan dosa-dosa

~ Namun Engkau Maha Pemilik keutamaan dan karunia

~ Bila ku tenggelam jauh memikirkan penyesalanku

~ Ku kan gigit jari dan dapat putus asa dari rahmat-Mu

~ Manusia mengira aku baik hati, namun sesungguhnya

~ aku manusia terburuk andai saja Engkau tak memaafkannya

~ Aku bisa gila dengan indahnya dunia yang penuh perhiasan

~ Aku habiskan umur panjangku hanya dengan berangan-angan

~ Andai saja diriku ini benar-benar zuhud di dunia

~ Niscaya aku kan jauh berubah dari keadaan sebelumnya


Salamdakwah
| Juli 19, 2017 |

Senin, 17 Juli 2017

Mengenal Allah


Kemuliaan suatu ilmu bergantung pada kemuliaan objek yang dikaji. Begitu kata para ulama kita. Dengan begitu ilmu yang paling mulia adalah ilmu ushuluddin (pokok dasar agama; ilmu akidah Islam).

Sebab, objek yang dikaji adalah perkara paling mulia, paling penting dan paling berguna. Objek yang dikaji adalah perkara paling darurat dan paling prioritas dalam hidup seorang hamba. Objek yang dikaji adalah perkara yang tidak boleh tidak harus diketahui dan diamalkan oleh seorang hamba. Jika ini luput dari kita, dapat dipastikan kita akan menjadi hamba yang sengsara, binasa dan celaka. Sengsara di dunia tidak seberapa, tetapi sengsara di akhirat alangkah hinanya kita: hancur lebur kita di sana, siksa yang terus menerus menimpa, seditik saja haram kebahagian untuk kita di sana. na'udzu billah min dzalika.

Ilmu ushuluddin membahas tentang kebutuhan kita kepada Allah. Kebutuhan kita kepadanya di atas segala kebutuhan, darurat di atas segala darurat. Sebab, tak ada kehidupan bagi hati, tak ada kenikmatan dan ketentraman serta ketenangan kecuali dengan mengenal Tuhannya: Pencipta dan sesembahannya.

Mengenal Allah dengan segala hal yang berkaitan dengannya berupa nama-nama, sifat-sifat, perintah-perintah dan larangan-laranganNya adalah perkara yang tidak mungkin bisa dicapai secara mandiri oleh nalar akal manusia.

Kita sama sekali tidak mengesampingkan akal, tetapi akal manusia itu terbatas jangkau nalarnya sehingga harus dibimbing oleh wahyu.

Oleh karena itu, dengan rahmat-Nya, Allah mengutus para rasul untuk memperkenalkan diri-Nya dan mengajak kepada-Nya, memberi kabar gembira kepada yang menjawab ajakan itu dan memberi peringatan kepada yang menentang. Inti risalah dan seruan mereka adalah mengenal Allah dengan nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya.

Dalam pada itu ada dua perkara penting yang wajib kita ketahui.
Pertama, mengenal jalan yang mengantarkan kepada Allah. Jalan ini adalah syariat Allah.
Kedua, Mengenal orang-orang yang meniti jalan tersebut, apa yang mereka dapatkan sesampainya mereka kepada-Nya.

Dua perkara tersebut adalah hal pokok dan wajib, sebab orang yang paling makrifat adalah orang yang paling mengikuti jalan Allah (jalan syariah; ash-shiroth al-mustaqim) dan yang paling mengenal keadaan orang-orang yang meniti jalan tersebut ketika mereka sampai kepada Allah.

 Ustadz Fahrudin Madjid, LC


The Rabbaanians
| Juli 17, 2017 |

Berbuat baik kepada tetangga


Bismillah...
Nabi menyuruh kita untuk berbuat baik kepada tetangga. 
Maka pergaulilah tetangga kita dengan baik.
Jaga harkat martabat mereka,
Muliakan mereka,
Berbagi masakan kepada mereka,
Tebarkan salam jika bertemu,
Panggil dengan panggilan kesukaan mereka,
Jangan menggibahinya,
Jangan sombong kepadanya,
Jangan memutus silaturahim dengan mereka,
Jenguk bila mereka sakit,
Urus jenazahnya jika mereka berpulang terlebih dahulu...

Ya, jaga itu semua untuk tetangga kita.
Kecuali kita yakin jenazah kita kelak mampu ngesot dengan sendirinya menuju liang lahatnya.

Bekasi,
~ Tsurayya corner ~



| Juli 17, 2017 |

Minggu, 16 Juli 2017

Lucu ! jersey bola berbentuk gamis


Ketika Anda ingin mendukung tim favorit anda tetapi anda tidak ingin melepaskan pakaian tradisional anda...

IlmFeed
| Juli 16, 2017 |

Jangan lalai dalam menuntut ilmu Agama


Jangan lalai dalam menuntut ilmu agama

Ustadz Muhammad Nuzul Dzikry, Lc

Ada sebuah hadits yang perlu kita renungi bersama, karena hal ini menyangkut nama baik kita di mata ALLAH ta'ala.

Nabi bersabda: "Sesungguhnya ALLAH ta'ala membenci setiap orang yang menguasai ilmu dunia namun bodoh tentang ilmu akhirat." (Dishahihkan Syeikh Albani dalam Shahih Jami' Shagir)

Saudaraku, apalah artinya pendidikan tinggi atau prestasi akademis yang kita raih serta gelar yang melekat di belakang nama kita jika kita hanya menjadi makhluk yang dibenci oleh ALLAH ta'ala.

Coba kita renungkan: berapa tahun waktu yang kita habiskan untuk mempelajari ilmu dunia? Lalu kita bandingkan berapa hari dalam satu tahun kita langkahkan kaki kita ke sebuah majelis ilmu?!

Marilah kita luangkan waktu untuk mengkaji firman ALLAH ta'ala dan hadits-hadits Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam-, kita berusaha menguasai ilmu agama sebagaimana selama ini selama belasan tahun kita pelajari ilmu dunia.

Ingatlah, pintar dalam ilmu dunia dan kosong dari ilmu akhirat adalah sifat dasar orang-orang kafir yang telah dicela oleh ALLAH dalam QS. Ar Rum ayat 7:
"Mereka hanya mengetahui yang lahir saja dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang kehidupan akhirat adalah lalai."


Salamdakwah
| Juli 16, 2017 |

Hukum memakai gamis panjang menyapu jalan



“Mbak, mau nyapu jalan ya?
Itu lho gamisnya kepanjangan, sampai ke tanah.”
“Sudah lebar, panjang pula.
Apa ga kotor? Kalau kena najis di jalan gimana?
Gak sah donk kalau pakaiannya dipakai sholat.” 

“Iiiih… Jadi muslimah kok jorok sih? mbo’ panjangnya yang biasa aja, Ga usah berlebihan. Biar ga kotor…”

***

Dear Shalihah, sering mendengar komentar semacam ini?

Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan mengenai bagian bawah pakaian, Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha berkata kepada Rasulullah, “Lalu bagaimana dengan pakaian seorang wanita wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Hendaklah ia mengulurkannya satu jengkal,” Ummu Salamah berkata, ‘Jika demikian masih tersingkap ” Satu hasta saja dan jangan lebih dari itu,” jawab beliau. (HR. At Tirmidzi. Hadits hasan shahih)

Dari hadits di atas dapat ditarik dua kesimpulan, yaitu:

Pertama, bahwa seorang wanita wajib menutup kedua matakakinya dengan pakaiannya.

Kedua, boleh hukumnya memanjangkan pakaian bagi seorang wanita dengan ukuran sebagaimana telah dijelaskan hadits di atas.

Lalu Apa Tidak Kena Najis?
Tidak Sah di Pake Shalat Donk?

Dari seorang ibu putra Ibrahim bin Abdurrahman bin ‘Auf bahwa ia pernah bertanya kepada Ummu Salamah istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Sesungguhnya aku adalah seorang perempuan yang biasa memanjangkan (ukuran) pakaianku dan (kadang-kadang) aku berjalan di tempat kotor?’ maka Jawab Ummu Salamah, bahwa Nabi pernah bersabda, “Tanah selanjutnya menjadi pembersihnya.” (HR. Ibnu Majah, Imam Malik dan Tirmidzi. Hadits shahih).

Nah Jadi Jika Kena Najis Maka Langkah Kaki Selanjutnya Membersihkan Najis Tersebut.

Sudah Tahu Kan Sekarang?
Kalau Sudah Tahu Jangan Lupa share dan Tag 5 Sahabatmu ya, sebagai dakwahmu hari ini, InsyaaAllah menjadi pahala 

Lalu apa Sih Namanya Jilbab yang Menyapu Tanah Itu?
Nah itu Namanya "Irkha".

Sumber : Majelis Tausiyah Cinta
| Juli 16, 2017 |

Bulan puasa berlalu, Bulan Haji datang



Bulan Puasa Berlalu, Bulan Haji pun Datang

Oleh Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri, Lc

Kita terbiasa mengatakan Ramadhan adalah bulan puasa. 
Sekarang marilah kita populerkan bahwa bulan Syawwal, Dzulqo'dah dan 10 hari pertama Dzulhijjah adalah bulan haji.

Mari kita simak QS. Al Baqarah: 197

"Musim haji jatuh pada beberapa bulan yang telah diketahui (Syawwal, Dzulqo'dah, 10 hari pertama Dzulhijjah)."

Memang benar prosesi haji sendiri baru dimulai tanggal 8 Dzulhijjah, namun jika anda mau, anda sudah bisa melakukan ihram pada bulan Syawwal ini.

Selamat datang di bulan haji...
Hadirkan suasana ibadah, khususnya haji di dalam diri kita!

Perbanyaklah ibadah di hari-hari ini!

Bagi yang akan berangkat tahun ini, lakukan persiapan semaksimal mungkin!

Bagi yang belum mendaftar, segera daftarkan diri anda!

Bagi yang telah mendapatkan nomor porsi, selamat menunggu dengan penuh kesabaran!

Bagi yang telah berhaji, semikan kembali kenangan indah itu serta bumikan makna dan hikmah dalam keseharian anda, dan tancapkan tonggak-tonggak tauhid di dalam hati anda.

Catatan:

Terinspirasi dari nasehat Al 'Allaamah Syaikh 'Abdul Aziz Alu Syaikh, mufti KSA tentang bulan haji.
Lihat tafsir Ibnu Katsir pada QS. Al Baqarah: 197.
Penjelasan apa saja bulan-bulan haji di atas disitir dari penjelasan ulama, diantaranya pandangan madzhab Syafi'i.


Salamdakwah
| Juli 16, 2017 |

Sabtu, 15 Juli 2017

Terimalah yang telah terjadi


Terimalah yang Telah Terjadi

Ibnu Abbas Radhiyallahu'anhu bercerita bahwa Nabi Shallallahu'alaihi wa Sallam datang membesuk seorang badui yang sedang sakit, dan biasanya bila membesuk orang sakit beliau Shallallahu'alaihi wa Sallam berkata:

لاَ بَـأْسَ طُـهُوْرٌ اِنْ شَاءَ اللهُ

Tidak apa-apa, semoga penyakit ini menjadi pencuci bagi dosa-dosa, Insya Allah (HR. Bukhari)

Namun ternyata orang tua itu menanggapinya dengan sinis, ia berkata: "Sekali-kali tidak benar (yang kamu ucapkan), melainkan penyakit ini adalah panas yang mendidih, yang menimpa orang yang telah tua agar mengantarnya ke pekuburan."

Maka Nabi Shallallahu'alaihi wa Sallam bersabda, "Iya, moga demikian (kalau itu yang kau inginkan)," , maka Nabi Shallallahu'alaihi wa Sallam bangkit. (HR. Bukhari no. 3616).

Dalam riwayat lain (yang perlu dikaji) di dalam kitab al Kuna Daulabi no.443, Nabi Shallallahu'alaihi wa Sallam mengulangi perkataannya sampai tiga kali, namun orang itu bersikeras dengan ucapannya, maka Nabi Shallallahu'alaihi wa Sallam pun mengiyakan, dan disebutkan dalam riwayat itu bahwa di sore harinya orang tua itu telah diantarkan ke pekuburan.

Terimalah yang telah terjadi
Berharaplah pada rahmat Ilahi
Niscaya semuanya akan menjadi lebih indah dan menawan hati
Janganlah menjadi orang tua malang yang hidupnya kelam dan sengsara.

✍🏻 Ustadz DR. Syafiq Riza Bin Basalamah, MA


TheRabbaanians
| Juli 15, 2017 |
Back to Top